-->

Halitosis (Bau Mulut), Penyebab dan Cara Mencegahnya

Halitosis (Bau Mulut) Penyebab dan Cara Mencegahnya
Halitosis adalah kebiasaan dan masalah yang umum yang bisa membawa kita pada kerenggangan sosial dan rasa malu. Terminologi halitosis berasal dari bahasa latin yaitu “halitus” berarti nafas dan bahasa Yunani “osis” yang berarti abnormal atau penyakit.

Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut. Sedangkan, bau rongga mulut adalah istilah khusus yang digunakan untuk menggambarkan bau dari kavitas rongga mulut.

Halitosis, nafas bau atau biasa yang disebut dengan “nafas buruk” dapat dibagi menjadi true halitosis, pseudohalitosis, dan halitophobia.

a. True Halitosis 

True halitosis dapat dibagi menjadi halitosis fisiologis dan patologis. Halitosis fisiologis termasuk halitosis yang dapat disebabkan komponen makanan, kebiasaan yang buruk, nafas pagi hari, dan juga berdampak pada xerostomia yang juga disebabkan oleh factor fisiologis. Halitosis patologis terjadi karena kondisi patologik atau jaringan mulut seperti gingiva atau penyakit periodontal misalnya periodontitis, acute necrotizing ulcerative gingivitis, darah residu pascaoperasi, sisa makanan, lesi ulseratif pada rongga mulut, halitosis bisa juga berkaitan dengan lidah yang terlapis sisa makanan, dapat juga berefek sekunder berupa xerostomia yang disebabkan oleh penyakit glandula saliva dan tonsilolitis.

b. Pseudohalitosis 

Pasien yang menderita penyakit pseudohalitosis mengeluhkan atas adanya halitosis meskipun orang lain tidak merasakannya. Kondisi ini dapat diatasi dengan konseling (menggunakan dukungan literature, pengetahuan, dan penjelasan atas hasil pengujian) dan pengukuran kebersihan mulut sederhana.

c. Halitophobia 

Beberapa individu tetap ingin melanjutkan perawatan meskipun telah dirawat berdasarkan halitosis sejati ataupun halitosis semu. Individu seperti ini dikategorikan sebagai halitophobic. Halitophobia dapat dipertimbangkan sebagai penyakit ketika tidak ada bukti fisik atau bukti sosial yang ada, yang membuktikan halitosis itu benar-benar ada.

Etiologi Halitosis

Faktor penyebab halitosis secara sederhana dapat dibagi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain adanya sisa makanan di dalam mulut, sedangkan faktor internal meliputi karies gigi, radang kronis pada saluran pernafasan, gangguan pencernaan dan lain-lain. Secara umum faktor penyebab halitosis dibagi atas faktor penyebab oral dan non-oral. Faktor penyebab oral meliputi kebersihan mulut yang buruk atau adanya penyakit periodontal sedangkan faktor non-oral meliputi penyebab medis seperti kronis, serta gangguan saluran pencernaan. 

Meskipun beberapa penyebab halitosis dapat dihubungkan dengan bagian ekstra oral seperti saluran pernafasan atas dan bawah, saluran pencernaan, penyakit ginjal, dan hati, namun 85-90% masalah bau mulut berasal dari rongga mulut itu sendiri. Oleh karena itu, dokter gigi sebagai orang yang mengetahuinya perlu memperhatikan hal ini pada waktu perawatan gigi di klinik. Faktor lain yang dapat menyebabkan halitosis adalah faktor risiko seperti tembakau, alkohol, mulut kering, diet, makanan dan minuman, obat-obatan, dan gigi tiruan.

a. Makanan dan Minuman 

Makanan-makanan tertentu yang dapat menimbulkan halitosis antara lain bawang putih, bawang merah dan lobak sedangkan minuman yang dapat menyebabkan halitosis antara lain minuman beralkohol, produk susu dan lain-lain. Pada keadaaan ini, permasalahannya bukan diawali pada saat makanan atau minuman berada di dalam rongga mulut tetapi terjadi setelah bahan makanan atau minuman ini diserap pada pembuluh darah. Bau makanan atau minuman yang tersebut selanjutnya akan ditransmisikan ke dalam paru-paru, yang kemudian keluar bersama dengan udara pernafasan melalui mulut, dan semua keadaan ini bersifat sementara.

b. Oral Hygiene 

Bila oral hygiene tidak dilakukan dengan baik, sisa-sisa makanan akan mengumpul diantara gigi. Cepat atau lambat makanan yang telah mengalami pembusukan akan terbentuk, dan hampir keseluruhan dari produk-produk yang disebabkan oleh pembusukan akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

c. Penyakit Periodontal 

Keadan periodontal mungkin merupakan keadaan patologi yang paling sering terlihat dan dapat menimbulkan halitosis. Penyebab utama dari keberadaan penyakit ini adalah plak.

d. Xerostomia 

Merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering. Xerostomia atau kekeringan di dalam rongga mulut dapat pula menyebabkan terjadinya bau mulut atau halitosis.

e. Kebiasaan

Halitosis juga dapat disebabkan oleh penggunaan tembakau. Kebiasaan ini berkaitan dengan resiko yang besar untuk terjadinya penyakit periodontal dan kanker di dalam rongga mulut pada individu yang memiliki kebiasaan ini.

f. Penyakit Sistemik

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan halitosis, diantaranya infeksi pada saluran nafas, diabetes, permasalahan pada saluran pencernaan, infeksi pada sinus dan kelainan hati serta ginjal.

g. Obat-obatan 

Beberapa obat dapat menimbulkan halitosis. Obat-obat tertentu dapat juga merubah rasa dan bau, obat-obat tertentu tersebut dapat menimbulkan berkurangnya produksi saliva yang menyebabkan terjadinya halitosis.

Mekanisme Terjadinya Halitosis 

Mekanisme terjadinya halitosis sangat dipengaruhi oleh penyebab yang mendasari keadaan tersebut. Pada halitosis yang disebabkan oleh makanan tertentu, bau nafas berasal dari makanan yang oleh darah ditransmisikan menuju paru-paru yang selanjutnya dikeluarkan melalui pernafasan. Secara khusus, bakteri memiliki peranan yang penting pada terjadinya bau mulut yang tak sedap atau halitosis. Bakteri dapat berasal dari rongga mulut sendiri seperti plak, bakteri yang berasal dari poket yang dalam dan bakteri yang berasal dari lidah memiliki potensi yang sangat besar menimbulkan halitosis.

VSC (Volatile Sulfur Compounds) merupakan unsur utama penyebab halitosis. Volatile Sulfur Compound merupakan hasil produksi dari aktivitas bekteri-bakteri anaerob di dalam mulut yang berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain disekitarnya. Di dalam aktivitasnya di dalam mulut, bakteri anaerob bereaksi dengan protein-protein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Seperti yang telah diketahui, di dalam mulut banyak terdapat bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Kebanyakan bakteri gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri gram negatif adalah bakteri proteolitik dimana untuk kelangsungan hidupnya banyak memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam amino.

Sebenarnya terdapat beberapa macam VSC serta senyawa yang berbau lainnya di dalam rongga mulut, akan tetapi hanya terdapat 3 jenis VSC penting yang merupakan penyebab utama halitosis, diantaranya metal mercaptan (CH3SH), dimetil mercaptan (CH3)2S, dan hidrogen sulfide (H2S). Ketiga macam VSC tersebut menonjol karena jumlahnya cukup banyak dan mudah sekali menguap sehingga menimbulkan bau. Sedangkan VSC lain hanya berpengaruh sedikit, seperti skatole, amino, cadaverin dan putrescine.

Pengobatan Halitosis

a. Oral Hygiene 

Telah lama diketahui bahwa tindakan-tindakan untuk meningkatkan oral hygiene seperti scaling, polishing, sikat gigi dan flossing, khususnya pembersihan lidah dapat mengurangi bau mulut. Prosedur-prosedur pemeliharaan oral hygiene pada dasarnya adalah untuk membersihkan sehingga mengurangi plak atau sisa-sisa makanan serta mengurangi jumlah bakteri. Dengan menjaga oral hygiene secara baik aktivitas bakteri dapat ditekan sehingga halitosis akan berkurang.

Kerusakan gigi dan susunan gigi perlu dilakukan perawatan apabila ingin memperbaiki kondisi halitosis. Apabila terdapat peradanga pada jaringan penyangga gigi atau jaringan mulut lainnya juga perlu dilakukan perawatan, akan tetapi satu hal perlu diingat bahwa halitosis tetap dapat terjadi pada seseorang dengan kesehatan gigi dan mulut yang baik sekalipun.

b. Obat Kumur

Penggunaan obat kumur mulut dengan bahan antibakteri dapat mengurangi halitosis dengan cara mengurangi jumlah bakteri serta menghambat aktivitas bakteri. Penggunaan bahan ini juga biasanya efektif untuk sementara waktu saja karena efeknya terhadap flora normal mulut biasanya “transitory”. Beberapa bahan ini misalnya mengandung thymol, eucalyptus, chlorhexidine, povidone iodine dan sebagainya.

c. Herbal 

Disampung cara-cara yang telah dijelaskan diatas, pada sementara masyarakat dipergunakan pula cara-cara tradisional yang diyakini dapat menghilangkan halitosis akan tetapi mekanisme kerjanya belum jelas dan merupakan kebiasaan turun-temurun. Cara-cara ini misalnya penggunaan jus tomat, anjuran mengunyah parsley, makan chlorophyll, pemakaian ragi, ekstrak teh, di Jepang masyarakiat menggunakan sejenis rempah-rempah yang disebut “kampo”, juga di Indonesia sendiri ada yang menggunakan ramuan dari daun mangkokan.

d. Chlorine Dioxide

Chlorine Dioxide atau chlordioksida merupakan salah satu bahan anti halitosis yang paling banyak dan luas dipergunakan. Bahan ini pulalah yang telah diketahui mekanisme kerjanya terhadap VSC. Bentuk sebenarnya dari sebenarnya dari senyawa ini adalah gas oleh sebab itu cukup sulit digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan perawatan halitosis agar dapat dipergunakan misalnya dalam bentuk bahan kumur mulut, perlu dilakukan stabilisasi agar tidak mudah menguap dan tidak menjadi aktif sebelum dipergunakan. 

Stabilisasi ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, tetapi hanya beberapa yang sesuai untuk penggunaan secara oral. Chlorine dioxide di dalam bahan kumur mulut berada dalam keadaan stabil atau berbentuk tidak aktif oleh sebab itu dapat tetap stabil sebagai suatu produk sampai sekitar dua tahun. Bahan ini menjadi aktif pada pH rendah atau asam. Didalam mulut, keasaman dari permukaan plak dapat mengaktifkan bahan ini. Adanya bakteri menghasilkan banyak interaksi asam-basa, dengan demikian akan menyebabkan bahan chlorine dioxide dalam bentuk stabil ini menjadi aktif dan bekerja mengubah VSC. 

Dengan demikian, makin lama larutan bahan ini berada dalam mulut akan makin baik bekerjanya. Apabila bahan ini menjadi aktif, chlorine dioxide akan mengoksidasi ikatan sulfur melalui suatu reaksi oksidasi reduksi. Dengan teroksidasinya senyawa yang mengandung ikatan sulfur tersebut makan senyawa yang tadinya mudah menguap dan menyebabkan bau akan diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbau.

e. Baking Soda

Baking soda atau natrium bikarbonat sebaiknya dipergunakan secara hati-hati, seperti diketahui di dalam suatu poket, misalnya pada penyakit periodontal, terdapat kondisi pH basa serta kondisi lingkungan anaerob. Penggunaan baking soda untuk membersihkan gigi geligi akan membuat saliva lebih bersifat basa sehingga membuat suasana lebih kondusif untuk terjadinya halitosis. Baking soda pada konsentrasi yang tinggi (0,5-1 mol/1) dapat menaikkan pH mulut dan dapat tetap bertahan lama. Pada konsentrasi yang rendah (lebih kecil dari 0,5 mol/1) baking soda dapat menaikkan pH mulut akan tetapi cepat turun kembali. Pada seseorang yang mempunyai periodontal pocket atau penyakit periodontal, penggunaan baking soda dapat memperberat penyakit periodontal tersebut. 

Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas bakteri anaerob serta VSC yang dihasilkan pada suasan pH basa tersebut, kecuali baking soda tersebut dipergunakan dalam konsentrasi yang tinggi. Baking soda pada konsentrasi yang tinggi memang mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap kuman-kuman periodontal tertentu, akan tetapi pada konsentrasi yang rendah tidak terlihat mempunyai daya bakterisidal tertentu. Baking soda mudah sekali larut oleh karenanya dapat dengan cepat menjadi hilang dari sulkus gingival dan berkurang konsentrasinya sampai dibawah tingkat yang dapat mematikan bakteri.

f. Peroksida 

Peroksida seperti H2O2, misalnya yang banyak digunakan untuk perawatan gigi dan mulut dalam fungsinya akan mengeluarkan oksigen bebas. Hal ini tampaknya akan membantu untuk membuat kondisi mulut menjadi aerob sehingga aktivitas bakteri anaerob akan tertekan, akan tetapi efektifitasnya kurang dibandingkan chlorine dioxide dalam mengubah VSC. “O nascens” yang dihasilkan dari peroksida akan mengakibatkan oksigenisasi pada jaringan mulut sedangkan chlorine dioxide memberikan reaksi oksidasi dan reduksi khususnya terhadap VSC sehingga berubah menjadi bentuk senyawa laian yang tidak berbau.

g. Obat Kumur

Obat-obatan atau bahan-bahan untuk umur mulut kebanyakan adalah bersifat antiseptik. Oleh sebab itu bahan-bahan tersebut dapat menekan semua pertumbuhan bakteri di dalam mulut, padahal bakteri-bakteri yang ada adalag merupakan flora normal mulut. Kebanyakan bakteri yang ada tetap diperlukan di dalam mulut, khususnya untuk membantu penvernaan dan tidak bersifat pathogen. Disamping itu, bahan-bahan kumur mulut yang beredar di pasaran kebanyakan mengandung alcohol dengan kadar yang berbeda-beda. Alcohol mempunyai pengaruh membuat jaringan lunak mulut menjadi kering sehingga permeabilitasnya berubah dan dapat meningkatkan sekresi protein keluar jaringan. 

Dengan demikian obat kumur mulut yang kebanyakan beredar dipasaran tidak mempunyai pengaruh terhadap VSC yang timbul di dalam rongga mulut. Efek antiseptiknya dalam membunuh bakteri juga hanya bertahan sebentar sehigga kurang berperan untuk mengurangi nafas tak sedak untuk jangka panjang.

h. Bahan-bahan lain 

Bahan-bahan lain yang dipergunakan untuk mengatasi halitosis dan telah beredar dipasaran antara lain adalah: Zn-Chloride, Anthium chloride, Thimol, dan Eucalyptus.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Halitosis (Bau Mulut), Penyebab dan Cara Mencegahnya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

google.com, pub-3857072382145602, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel