Permasalahan Seputar Pertanian Organik

Permasalahan Seputar Pertanian Organik
Permasalahan pertanian organik di Indonesia sejalan dengan perkembangan pertanian organik itu sendiri. Pertanian organik mutlak memerlukan pupuk organik sebagai sumber hara utama. Dalam sistem pertanian organik, ketersediaan hara bagi tanaman harus berasal dari pupuk organik. Padahal dalam pupuk organik tersebut kandungan hara per satuan berat kering bahan jauh dibawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti Urea, TSP dan KCl. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman (minimum crop requirement) cukup membuat petani kewalahan. 

Sebagai ilustrasi, untuk menanam sayuran dalam satu bedengan seluas 1 x 10 m saja dibutuhkan pupuk organik (kompos) sekitar 25 kg untuk 2 kali musim tanam atau setara dengan 25 ton/ha. Bandingakan dengan penggunaan pupuk anorganik Urea TSP dan KCl yg hanya membutuhkan total pemupukan sekitar 200-300 kg/ha. Karena memang umumnya petani kita bukan petani mampu yang memiliki lahan dan ternak sekaligus, sehingga mereka mesti membeli dari sumber lainnya dan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi disamping tenaga yang lebih besar. 

Selain aspek lahan, aspek pengelolaan pertanian organik dalam hal ini terkait dengan teknik budidaya juga perlu mendapat perhatian tersendiri. Sebagai salah satu contoh adalah teknik bertani sayuran organik, seperti diuraikan di bawah ini:

  • Tanaman ditanam pada bedengan-bedengan dengan ukuran bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan 
  • Menanam strip rumput di sekeliling bedengan untuk mengawetkan tanah dari erosi dan aliran permukaan
  • Mengatur dan memilih jenis tanaman sayuran dan legum yang sesuai untuk sistem tumpang sari atau multikultur seperti contoh lobak, bawang daun dengan kacang tanah dalam satu bedengan.
  • Mengatur rotasi tanaman sayuran dengan tanaman legum dalam setiap musim tanam. Mengembalikan sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah (bentuk segar atau kompos).
  • Memberikan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan lainnya), hingga semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tersedia.
  • Menanam kenikir, kemangi, tephrosia, lavender, dan mimba di antara bedengan tanaman sayuran untuk pengendalian hama dan penyakit.
  • Menjaga kebersihan areal pertanaman.

Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut:

  • Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik, 
  • Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,
  • Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum. 
  • Penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.

Meskipun beberapa petani sudah mulai mengembangkan dan bertani secara organik sejak lama, sebagai contoh kebun pertanian organik Agatho di Cisarua sudah lebih 10 tahun eksis dalam sistim pertanian organik, namun perkembangan pertanian organik di Indonesia baru dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu. Jauh tertinggal dibandingkan dengan Jepang, Belanda, Perancis, Itali, Amerika, dll.

Pertanian organik adalah bagian integral dari pertanian berkelanjutan. Sasaran dari sistem pertanian terpadu juga termasuk integrasi ternak dengan komoditi pertanian yang  meliputi peningkatan pemberdayaan sumber daya lokal (domestic based resources), optimalisasi hasil  usaha, penciptaan produk baru hasil diversifikasi usaha, surplus pemasaran (marketable surplus) dengan  banyaknya pilihan produk berkualitas yang ditawarkan serta penciptaan kemandirian.  Namun hal ini hanya dapat dicapai melalui upaya sosialisasi dan realisasi secara terus menerus.

Dalam menghasilkan produktivitas tanaman yang optimum pada pertanian organik diperlukan program pengelolaan yang baik. Sehubungan dengan ketersediaan komponen utama material organik alami seperti kotoran ternak, limbah pasar, limbah industri, serta limbah biomas lainnya  untuk daur ulang mungkin terbatas, maka pertanian organik belum dapat segera dikembangkan di beberapa wilayah/negara. Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan pertanian organik karena areal pertaniannya luas, relatif subur, dan dapat memproduksi bahan organik dalam jumlah besar. Pengembangan pertanian organik membutuhkan keterampilan tinggi dan pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, penyuluhan dan pendidikan akan memegang peranan kunci dalam keberhasilannya. Untuk menjamin akses produk ke pasar, maka perlu diupayakan pembentukan lembaga terakreditasi yang berwenang mengeluarkan sertifikat produk organik di Indonesia.

Pertanian Organik adalah sistem produksi pertanian yang menghindari atau sangat membatasi penggunaan pupuk kimia (pabrik), pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan. 

Budidaya tanaman berwawasan lingkungan adalah suatu budidaya pertanian yang direncanakan dan dilaksanakan dengan memperhatikan sifat-sifat, kondisi dan kelestarian lingkungan hidup, dengan demikian sumber daya alam dalam lingkungan hidup dapat dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga kerusakan dan kemunduran lingkungan dapat dihindarkan dan melestarikan daya guna sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (PPT). Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.

Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karen terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. 

Jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati antara lain :

Aglaia (Aglaia odorata L) 

Bengkoang (Panchyrrhyzus erosus - Urban) 

Jeringau (Acorus calamus L) 

Serai (Andropogan margus L) 

Sirsak (Annona muricata L) 

Srikaya (Annona squamosa L)

Jenis tumbuhan penghasil atraktan / pemikat antara lain :

Daun wangi (Melaleuca bracteata L) 

Selasih (Ocimum sanctum)

Jenis tumbuhan penghasil rodentia nabati antara lain :

Gadung - KB (Dioscorea composita L) 

Gadung racun (Dioscorea hispida) 

Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida Kimia

Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah:

1. Hama menjadi kebal (resisten) 

2. Peledakan hama baru (resurjensi) 

3. Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen 

4. Terbunuhnya musuh alami 

5. Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia 

6. Kecelakaan bagi pengguna

Kira-kira sudah berapa lama petani menggunakan pestisida kimia ini? Jadi bisa dibayangkan sendiri akibatnya bagi tanah pertanian di Indonesia. Aku pernah melihat sendiri bagaimana petani awam menggunakan pestisida kimia ini. Sungguh sangat berlebihan. Ketika aku tanyakan padanya mengapa dia menggunakannya dengan dosis sangat tinggi, jawabnya:”kalau tidak banyak ngak manjur”. Nah..lho…!!!!

Kelebihan dan Kekurangan Pestisida Nabati

Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Memang ada kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan kekurangan pestisida nabati.

Kelebihan:

1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari 

2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian 

3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan

4. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif 

5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia 

6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman 

7. Murah dan mudah dibuat oleh petani

Kekurangan:

1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering 

2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga) 

3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku 

4. Kurang praktis 

5. Tidak tahan disimpan

Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:

1. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat 

2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot. 

3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa 

4. Menghambat reproduksi serangga betina 

5. Racun syaraf 

6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga 

7. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga 

8. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Permasalahan Seputar Pertanian Organik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel